Pungkasan Tegese – Ribuan penyakit dan bencana akan datang kepada mereka yang percaya pada Rebo Wekasan atau Rebo Utsya, yang juga dikenal sebagai hari Rabu terakhir di bulan Safar.

Di jejaring sosial pada Selasa (11/6/2018). Kamus yang masih asing bagi pemirsa ini mencapai ribuan pencarian di mesin pencari Google sebelum waktu aktif pada hari Rabu.

Pungkasan Tegese

Di hari yang sama, berita jaringan menyebar melalui berbagai situs media sosial. Pesan tersebut, tanpa menyebutkan siapa pengirimnya, pada hakikatnya adalah pengingat bahwa Kamis (7/11/2018) adalah Kamis terakhir bulan Safar, atau bulan kedua dalam penanggalan Islam/Hijir sebelum memasuki Rabbiul Awal atau bulan Maulidi. /Mulud. .

Akuarium Churaumi Okinawa

Riwayat tersebut menjelaskan bahwa Rabu terakhir bulan Safar adalah hari pertama Nabi Muhammad jatuh sakit dan berlangsung selama dua belas hari berturut-turut hingga Nabi wafat.

Laporan itu juga mengungkapkan bahwa pada Rabu terakhir bulan Safar, akan ada 360.000 sumber penyakit (ada yang mengatakan 320.000) dan 20.000 bencana di dunia. Pesan itu terus dibacakan, dan beliau menyarankan kepada umat untuk memperbanyak ibadah. Termasuk juga amalan menghadapi hari-hari yang dianggap sial.

Menurut tradisi Jawa, Rabu terakhir bulan Safar dikenal dengan Rebo Wekasan atau Rebo Utsah, atau Arba Mustamir dalam bahasa Arab.

Praktek penyerangan Bala di pulau pada hari Rabu terakhir bulan Safar akan menjadi hari sial, yang diyakini sebagian umat Islam di pulau tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut, banyak daerah di Indonesia yang memiliki banyak tradisi untuk mencegah kemapanan tersebut.

Baca Juga  Which The Following Fact Is True About Kbo Iwo

Arti Prasaja Tegese Dan Beragam Kosakata Bahasa Jawa Lainnya

(1984) menyebutkan bahwa tradisi ini berkembang mulai awal abad ke-17, terutama di Aceh, Sumatera dan Jawa, tetapi juga di sebagian Riau, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi bahkan Maluku.

Sebagai contoh, sebagian masyarakat muslim di Aceh Selatan mengenal tradisi makmegang yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan Safar. Upacara pengukuhan ini merupakan doa umum di tepi pantai yang dipimpin oleh teungku dan dihadiri oleh tokoh agama, tokoh masyarakat dan beberapa warga.

Di Jawa, masyarakat lebih sering mempraktekkan tradisi ini, terutama masyarakat pesisir. Sultan Fathoni menjelaskan dalam artikelnya “Rebo Wekasan: Tradisi dan Hukum dalam Islam” yang diposting di islamnusantara.com (9 Desember 2015) bahwa daerah yang menjalankan tradisi ini adalah daerah pesisir yang dulunya kuat dan Islami. dibandingkan dengan tanah yang jauh.

Cara masyarakat menanggapi Rebo Wekasan bervariasi dari daerah ke daerah di Jawa. Misalnya, sebagian umat Islam di Banten dan Tasikmalaya serta beberapa daerah lain di Jawa Barat, yang biasa salat berjamaah pada Rabu pagi di bulan terakhir Safar.

Mayu Hayining Tlatah Sarah Bahu (tradisi Gamel Sarabau)

Di Bantul, Yogyakarta, atau tepatnya di desa Wonokrom, tradisi membangun perlengkapan yang terkait dengan Rebo Wekasan dilakukan dengan membuat lampu besar yang akan dibagikan kepada warga atau pengunjung acara tersebut.

Sementara itu, di Jawa bagian timur, Banyuwangi, sebagian kawasan pesisir Pantai Waru Doyong mengikuti tradisi mengoleksi laut untuk mengenang Rebo Wekasan. Desa lain di Banyuwangi juga memiliki komunitas warga yang mengikuti tradisi membawakan kudapan dengan makan bersama nasi yang disiapkan khusus di pinggir jalan.

Sementara itu, sebagian umat Islam di Kalimantan Selatan menanggapi Arba Mustamir atau Rebo Wekasan dengan beberapa cara, antara lain shalat sunnah dengan doa menghindari bala, menyelamatkan desa, tidak bepergian jauh, melanggar pantangan, bahkan mendapatkan. Mandi safari untuk menghilangkan nasib buruk.

Baca Juga  Malam Cetak Memiliki Warna

(Volume 24, Nomor 2, Desember 2008), diterbitkan oleh IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, ritual mandi Safar juga dilakukan oleh sebagian masyarakat Muslim di Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Sulawesi Selatan, dan Maluku.

Img 20220218 090220.jpeg

Keyakinan Arba Mustamir atau Rabu terakhir bulan Safar membawa sial atau disebut juga dengan Rebo Wekasan sering dijelaskan oleh para ulama. Salah satunya dalam buku Ustaz Yusuf Suharto “Informasi tentang Reb Wekasan” yang ditempel di pintu.

Yusuf Suharto, kader NU yang merupakan ketua Aswaja NU Center di Jombang, menegaskan tidak ada hari atau bulan yang tidak mujur.

Menurut Yusuf, ada anggapan bahwa Safar adalah bulan sial, menurut Yusuf, yang berasal dari masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa Arab, dan selebihnya masih ada di kalangan umat Islam hingga saat ini.

Hal tersebut kemudian diterapkan oleh beberapa komunitas muslim di Indonesia. Namun, terkadang sistem tersebut justru tidak sesuai dengan syariah, seperti meyakini hal-hal yang diyakini dapat mencegah bencana. Hal ini pernah dibahas pada tahun 1978. Pada Musyawarah Ulama NU Jawa Tengah di Magelang. Katakan dari

Apa Aeat: Fungsi, Struktur Lan Apa Pajak Ngatur

(Vol. 25, 2003), para ulama dengan tegas menegaskan bahwa tidak ada ritual atau doa khusus yang terkait dengan Rebo Wekasan (hlm. 152).

(2005) juga menyampaikan pendapatnya tentang hal ini: “[…] kalau masih ada yang mau sholat di hari Reb Wekasan, ubah saja keputusannya. Jangan niat sholat Reb Wekasan, tapi sholat dengan niat (seperti niat menolak afirmasi) atau sholat sunnah saja. (halaman 219).