Bagaimana Peran Wlandang Dalam Ujungan – Dua orang pemain dengan alat rotan bertanding di kebun Desa Kemranggon, Kecamatan Susukan, Banjarnegara, Jawa Tengah, Jumat (28/9/2018). Ujungan merupakan tradisi turun temurun untuk meminta hujan. Selain mendoakan hujan, acara tersebut juga mengajarkan permainan dan tata cara taubat.

Ritual minta hujan adu pedang rotan di Desa Kemranggon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, menuntut kehidupan bersih bagi pelakunya. Hindari perilaku “molimo”. Menjadi pahlawan berarti menjalani kehidupan yang baik.

Bagaimana Peran Wlandang Dalam Ujungan

Di sawah kering. Sudah hampir tiga bulan tidak turun hujan. Bumi terbuka seperti mulut yang penuh rasa haus. Debu beterbangan menutupi rumput kering dan semak-semak. Sebanyak 16 orang berkompetisi satu sama lain dari 8 orang

Tradisi Ujungan, Adu Pukul Rotan Dan Janji Manusia Kepada Tuhan

Satu demi satu para ahli saling berpandangan, menyerang dan memotong kaki lawannya dengan rotan. Sakitnya dera dan niat hati yang murni merupakan wujud dari zuhud, bertapa, meminta hujan.

Di hadapan ribuan warga dan pengunjung yang memenuhi taman di Desa Kemranggon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Jumat (28/9/2018), para ahli penasehat itu bertindak di bawah pengawasan massa aksi yang disebut wlandang.

Sebelum kompetisi, kedua kelompok pahlawan dipisahkan menjadi kubu utara dan selatan lapangan. Di sanalah diselenggarakan Bobotoh, semacam promotor yang memilih profesional yang akan bertanding.

Bobotoh memilih jagoan yang posisi badannya sesuai dengan posisi badan yang disiapkan lawan di seberang. Apabila pahlawan sudah siap dan siap, maka ia segera didandani atau diberi pakaian seperti kain yang diikatkan di pinggangnya, kain pelindung di tangan kirinya, dan kain pelindung seperti helm di kepalanya. Area lutut di lantai terbuka. Bagi yang memakai celana panjang, celananya digulung sampai lutut.

Kliping Adat & Tradisi Di Banjarnegara

Usai kostum dipasang, kedua juara diajak berkeliling arena. Dia diperkenalkan kepada penonton oleh pihak oposisi. Kemudian, wlandang mempertemukan kedua ahli tersebut di tengah sidang.

Baca Juga  Contoh Besaran Pokok

Keduanya saling menyapa sebelum bertanding. Kemudian setelah semuanya siap, sebuah rotan berukuran panjang 90 sentimeter dan diameter 2 sentimeter diberikan kepada masing-masing pahlawan wlandang.

Di salah satu ujung rotan terdapat tali yang diikatkan pada lengan pahlawan. Saat mencoba mengolah rotan, beberapa ahli terlihat berkali-kali menggosokkan tangan di permukaan lapangan yang kering. Mereka menyeka keringat agar rotan tidak licin.

Setelah aba-aba memulai dan memainkan musik gamelan jawa, kedua empu tersebut berdiri untuk melakukan perlawanan. Hanya bagian kaki dan bawahnya yang bisa dipotong dengan rotan. Ini adalah aturan permainan teratas.

Seni Tari Bg Kls Vii

Terkadang sebelum menyerang pasangannya, sang jagoan menari mengikuti irama gamelan sambil fokus mengamati gerak-gerik lawannya. Jika sedikit lengah, tebasan rotanie akan jatuh mengenai kaki atau betis.

Setiap ada salah satu pemain yang memegang kaki lawan, penonton akan berteriak kencang. Debu dan rumput beterbangan di bawah kaki para sarjana Yugan.

Setelah tiga kali serangan kaki, Wlandang memisahkan kedua juara tersebut. Kemudian mereka menukarkan rotan atau yang disebut dengan ujung uluk. Laga berlanjut hingga tiga gol tercipta di kaki sang juara.

Di penghujung pertarungan, kedua petarung berjabat tangan dan berpelukan. Tidak ada pemenang atau pecundang dalam permainan ini. “Tidak ada dendam. Sudah selesai,” kata Suwito (40), salah satu pemenang akhirnya.

Ensiklopedia Suku, Seni Dan Budaya Nasional Berau Sampai Ilimano (jilid 2) (m. Junus Melalatoa) (z Lib.org)

Suwito mengatakan, meski terkena rotan, ia tidak merasakan sakit apa pun. Jelang final, Suwito berserah diri sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa, berpuasa, dan memutuskan berdoa memohon hujan dan perlindungan.

Hal senada juga diungkapkan Diman (51). Dimani pun berpuasa selama tiga hari, bertekad memohon perlindungan dan hujan, serta berdoa kepada Tuhan. “Tidak sakit, yang penting tujuannya minta hujan,” kata Diman yang sudah 15 tahun mengikuti final.

Sponsor kesenian Banyumasan, Yusmanto, mengatakan tradisi Ujungan kemungkinan sudah ada pada masa Kerajaan Majapahit. Hal ini terlihat dengan adanya adat istiadat serupa yang tersebar di seluruh pulau-pulau yang pernah menjadi bagian Majapahit.

Selain di Jawa, adat meminta hujan juga terdapat di Sulawesi, Bali, Sumba, dan Lombok dengan nama dan aturan yang berbeda-beda. “Bagi masyarakat Jawa, pemusnahan adalah salah satu bentuk penebusan dosa.

Modus Sebagai Agen Gas Elpiji, Pelaku Oplos Gas 3kg Ke 12kg Digerebek Polisi

Menurut Yusmanto, puncaknya selalu terjadi pada hari baik. Sebelum Islam masuk ke Pulau Jawa, pertemuan puncak itu digelar pada hari Rabu. Namun saat ini final tersebut diadakan pada hari Jumat.

Baca Juga  Dapatkah Kamu Hidup Sendiri Tanpa Bantuan Teman

Pada festival Ujungan di desa Kemranggon, Ujungan dimasukkan ke dalam festival yang berlangsung selama beberapa hari selama perayaan bulan Sura. Rabu lalu, akhir rangkaian perayaan diawali dengan pengambilan air suci dari mata air Pingit di Desa Gumelem Wetan, Susukan.

Air itu sudah siap untuk perangkat desa sebelum pertandingan terakhir di lapangan. Setelah berdoa memohon perlindungan dan kelancaran serta meminta hujan, air pun dipercikkan ke taman.

“Jika di final kali ini tidak turun hujan, maka final akan digelar Jumat depan. Begitu seterusnya hingga turun hujan,” kata Yusmanto.

Peta Kemiringan Lereng Desa Wonocepokoayu Untuk Menentukan Jenis Tanaman Potensial

Kepala Desa Kemranggon Andi Setiawan mengatakan, desanya memiliki 1.200 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 4.500 jiwa. Sekitar 70 persen penduduknya adalah petani.

Meski ada pengairan, namun kemarau panjang membuat pengairan tidak sesuai. Oleh karena itu, hujan sering kali dituntut oleh masyarakat desa menjelang musim tanam. “Tradisi itu sudah berlangsung bertahun-tahun,” kata Andi.

Andi mengatakan, para kontestan haruslah orang-orang yang berhati suci dan hidup lurus. Pemenang harus menghindari 5 M setiap saat (baca: molimo).

Larangan agama bagi masyarakat Jawa adalah tidak berjudi, tidak bermain-main dengan wanita, tidak meminum minuman beralkohol (mabuk), tidak menjadi pencuri (mencuri), dan tidak menjadi madat (menggunakan narkoba).

Seni Ujungan, Cara Petani Di Jombang Minta Turun Hujan

Orang yang hatinya tidak murni bisa terluka dan tidak bisa berjalan karena luka. “Kelebihan anak muda, yang berani naik adalah yang bisa menjauhi Tuhan”, jelas Andi.

Ujungan yang diadakan setiap tahun ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan tradisi dan mengajak seluruh masyarakat untuk menjalani kehidupan yang baik. Meski memohon hujan kepada Yang Maha Kuasa, namun umat tetap pasif dan pasif dalam menunaikan ibadah haji. Pernahkah Anda mendengar kata “Ujungan”? Ya, ini merupakan acara istimewa yang masih berlokasi di pusat penyebaran budaya Banyumas. Ujungan merupakan permainan dan ritual meminta hujan. Upacara ini dilaksanakan pada musim panas yang panjang dengan cara bertarung menggunakan bidak kecil yang disebut “ujung”, dipimpin oleh seorang hakim yang disebut “wlandang”. Konon semakin banyak darah yang keluar akibat terkena rotan, maka semakin cepat turunnya hujan. Upacara itu terus menjadi bagian dari tradisi di Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, dan Purbalingga, yakni Kabupaten Somagede, Susukan, dan Kemangkon.

Cowongan, upacara meminta hujan yang masih menjadi tradisi di desa Plana, kecamatan Somagede, kabupaten Banyumas. Upacara ini dilaksanakan pada saat musim hujan panjang. Pelakunya adalah wanita yang najis. Dipercaya melalui ritual ini akan muncul bidadari yang akan memasuki tempat ritual sebagai perkakas dapur: irus atau siwur.

Baca Juga  Bagaimana Sikapmu Jika Ada Penjual Makanan Haram Di Lingkungan Rumahmu

Seiring saya terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan Banyumas, saya berupaya untuk terus menggali kesenian rakyat Banyumas. Salah satunya adalah kemampuan tinggi badan yang merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam gambar ini Anda dapat melihat anak-anak kecil bersama anak-anak sekolah. Foto ini diambil saat ia tampil bersama seniman Jepang dan Indonesia dari Institut Kesenian Surakarta pada 25 Agustus 2007 di Aula Duplikat Si Panji Banyumas. Dukungan seluruh kalangan sangat diperlukan agar langkah ini dapat terus berjalan dan bermanfaat bagi pengembangan berbagai jenis kearifan Banyumas. Bagi pembaca yang berminat, silahkan menghubungi yus_pelana@yahoo.com atau melalui HP 081 327341514. Terima kasih. Halo, Yus

Kajian Upaya Pelestarian Seni Budaya Asli Pptk Fery

Ciri-ciri budaya Banyumas adalah seniman lokal sekelompok kecil masyarakat yang bermukim di perkampungan, desa dan desa sekitar pegunungan, persawahan, ladang, sungai, hutan dan semak belukar. Di setiap wilayah masyarakat kecil terdapat nilai-nilai yang ditetapkan untuk pengembangan wilayah tersebut. Oleh karena itu, tidak mungkin suatu kesenian yang berbeda-beda ada pada suatu kelompok masyarakat, tetapi tidak pada kelompok masyarakat yang lain, meskipun semua itu masih dalam budaya Banyumas. Edi Sedyawati menjelaskan bahwa dalam masyarakat, beberapa bentuk kesenian mempunyai kelompok pendukung (Edi Sedyawati dkk, 1986: 4). Di Banyumas, bongkel hanya terdapat di Gerduren, Purwojati. Jemblung hanya tinggal di daerah Sumpiuh dan Tambak. Ujungan dibatasi pada kawasan segitiga di perbatasan Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, dan Purbalingga. Krumpyung hanya ada di Kecitran, Banjarnegara dan masih capek

Humardani mengungkapkan, wujud ini merupakan bagian dari segala perwujudan. Kenampakan lahiriah tidak lain hanyalah sebuah medium, yaitu alat untuk menjelaskan (explain) dan mengatakan (say atau speak) apa yang ada (SD. Humardani, 1959: 1). Teori Humardani menunjukkan bahwa berbagai bentuk seni merupakan cara untuk mengekspresikan isi seni dan jawaban seniman dalam bentuk fisik yang dapat ditangkap oleh energi. Yang dimaksud disini adalah apa yang dilihat oleh seniman, bagaimana ia memandang kehidupan dan pengalaman-pengalaman dahsyat yang terekam dalam ingatan otak dan bagaimana ide-ide atau ide-ide estetis itu muncul. Dengan kata lain, atribut adalah wadah yang digunakan untuk mendeskripsikan konten suatu tipe nilai. Segala sesuatu, baik wadah maupun isinya, merupakan salah satu bentuk seni yang menunjukkan nilai nilai, pemikiran dan perasaan kehidupan kelompok pendukung. Semangkuk calung tidak lain hanyalah sebuah wadah yang berisi bumbu-bumbu dan diperoleh melalui budidaya masyarakat Ba.

Awal mula berkembangnya pariwisata di Kabupaten Banyumas tidak lepas dari peran penjajah Belanda yang menguasai wilayah Banyumas sejak lama, pasca pertempuran Diponegoro pada tahun 1830. Baturraden. Bekerja di Kilang Minyak Cilacap dan Pabrik Gula Kalibagor Purwokerto, Sokaraja dan Purbalingga. Baturaden dipilih sebagai tempat tinggal karena sejuk, dekat dengan iklim Eropa, serta keindahan alamnya. Untuk memenuhi kebutuhan perumahan, mereka membangun berbagai jenis infrastruktur dan bisnis yang dijalankan oleh masyarakat. Proyek lain yang dapat diusahakan antara lain: pembangkit listrik, peternakan,