Sistem Pemerintahan Kerajaan Sriwijaya – Keakuratan artikel ini dipertanyakan dan artikel ini harus diperiksa dengan referensi yang dapat dipercaya. Anda dapat membaca diskusi terkait di halaman pembicaraan. Harap konfirmasi keakuratan artikel ini dari sumber terpercaya. Lihat pembahasan artikel ini di halaman pembicaraan. (Pelajari bagaimana dan kapan menghapus pesan templat ini)

Sriwijaya merupakan kerajaan maritim bersejarah yang muncul di Pulau Sumatera sekitar tahun 7-11 Masehi. abad. Kehadirannya memberikan pengaruh besar terhadap sejarah perkembangan Asia Tenggara (khususnya di wilayah kepulauan bagian barat).

Sistem Pemerintahan Kerajaan Sriwijaya

Jadi nama Sriwijaya berarti “kemenangan gemilang”. Dapat disimpulkan secara tepat bahwa ibu kota Sriwijaya terletak di kota Palembang, tepat di muara Sungai Musi.

Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya Yang Harus Kamu Ketahui

Bukti paling awal keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tionghoa dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 dan tinggal di sana selama enam bulan.

Apalagi prasasti tertua tentang Sriwijaya juga berasal dari abad ke-7, yaitu Prasasti Kedukan Bukit di Palembang bertanggal 682 Masehi.

Meskipun pernah dianggap sebagai thalassocracy (kerajaan di laut), studi dokumen terbaru menunjukkan bahwa Sriwijaya adalah negara daratan dan bukan kekuatan maritim. Angkatan laut tersedia, namun bertindak sebagai dukungan logistik untuk memfasilitasi proyeksi kekuatan darat. Menanggapi perubahan ekonomi maritim Asia dan ancaman hilangnya negara kliennya, kerajaan-kerajaan di sekitar Selat Malaka mengembangkan strategi angkatan laut untuk menunda kehancuran mereka. Strategi maritim kerajaan-kerajaan di sekitar Selat Malaka ditujukan untuk memaksa kapal-kapal dagang masuk ke pelabuhannya. Setelah itu, strategi angkatan laut kerajaan-kerajaan tersebut menjadi armada bajak laut.

Kerajaan ini kemudian dilupakan, keberadaannya baru ditemukan kembali dalam publikasi tahun 1918 oleh sejarawan Prancis George Cœdès dari École française d’Extrême-Orient.

Kerajaan Medang: Sejarah Hingga Peninggalan Runtuhnya

Tidak ada catatan lain tentang Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan diubah oleh ilmuwan asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang pernah mendengar tentang Sriwijaya hingga tahun 1920-an, ketika ilmuwan Perancis Georges Codés menerbitkan temuannya di surat kabar Belanda dan Indonesia.

Coedès menunjukkan bahwa referensi Cina untuk “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan beberapa prasasti Melayu Kuno merujuk pada kerajaan yang sama.

Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua sumber utama; Catatan sejarah Tiongkok dan berbagai prasasti batu Asia Tenggara ditemukan dan diterjemahkan. Catatan perjalanan biksu peziarah I Ching sangat penting terutama dalam menjelaskan keadaan Sriwijaya ketika ia mengunjungi kerajaan tersebut selama enam bulan pada tahun 671. Koleksi prasasti sdhayatra abad ke-7 yang ditemukan di Palembang dan Pulau Bangka juga menjadi sumber sejarah primer yang penting. . Selain itu, berita-berita daerah yang beberapa di antaranya mendekati legenda seperti kisah Maharaja Zabag dan Raja Khmer juga memberikan sekilas informasi. Terlebih lagi, beberapa cerita dari para pelancong India dan Arab juga secara samar-samar menggambarkan kekayaan raja Zabag yang mencengangkan. Kisah Zabag-Khmer tampaknya didasarkan pada kekuasaan Jawa atas Kamboja, bukan kekuasaan Sriwijaya atas Kamboja.

Baca Juga  Sebutkan 3 Sumber Daya Ekonomi Untuk Melakukan Aktivitas Ekonomi

Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal dan salah satu kerajaan terbesar di nusantara. Pada abad ke-20, Sriwijaya dan Majapahit menjadi rujukan nasionalis untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang bersatu sebelum penjajahan Belanda.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, Pahami Sejarahnya

Sriwijaya disebut dengan nama yang berbeda-beda. Orang Cina menyebutnya Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Orang Arab menyebutnya Sribuza dan orang Khmer menyebutnya Malaya. Banyaknya nama menjadi alasan lain mengapa Sriwijaya sulit ditemukan.

Dalam dunia perdagangan, Sriwijaya menguasai jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni melalui penguasaan Selat Malaka dan Selat Sunda. Bangsa Arab mencatat Sriwijaya mempunyai bahan baku yang beragam seperti kapur barus, gaharu, cengkeh, pala, kapulaga, gading, emas, dan timah yang membuat raja-raja Sriwijaya sekaya raja-raja India.

Kekayaan yang berlimpah inilah yang membuat Sriwijaya mampu membeli kesetiaan para pengikutnya di seluruh Asia Tenggara. Menjadi pintu gerbang atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, Sriwijaya mendapat restu, persetujuan, dan perlindungan Kaisar Tiongkok untuk berdagang dengan Tiongkok. Sriwijaya terus mengelola jaringan perdagangan maritim dan mengendalikan jalur pelayaran antara Tiongkok dan India.

Untuk itu, Sriwijaya harus terus mempertahankan posisi dominannya dalam perdagangan dengan selalu memantau dan bila perlu melawan pelabuhan pesaing di negara tetangga. Kebutuhan untuk mempertahankan monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya melancarkan ekspedisi militer untuk merebut pelabuhan-pelabuhan saingan di sekitar pelabuhan dan memasukkannya ke dalam mandala Sriwijaya. Pelabuhan Melayu di Jambi, Kota Kapur di Pulau Bangka, pelabuhan Tarumanagara dan Sunda di Jawa Barat, Kalinga di Jawa Tengah serta pelabuhan Kedah dan Chaiya di Semenanjung Malaya merupakan beberapa pelabuhan yang direbut dan dimasukkan ke dalam domain Sriwijaya. Efek. Dokumen sejarah dari Champa mencatat beberapa serangan angkatan laut dari Jawa terhadap berbagai pelabuhan di Champa dan Kamboja. Kemungkinan armada penyerang yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena Dinasti Sailendra di Jawa saat itu merupakan bagian dari mandala Sriwijaya. Ini merupakan upaya Sriwijaya untuk memastikan monopoli perdagangan maritim di Asia Tenggara dengan menyerang para pedagang pelabuhan saingannya. Sriwijaya juga sukses secara komersial pada tahun 670 hingga 1025 Masehi.

Baca Juga  Sebelum Melakukan

Jawablah Pertanyaan No 4,5,6,7,8,9,10

Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan negara-negara Arab. Ada kemungkinan bahwa utusan Maharaja Sri Indravarman, yang menyampaikan surat kepada Khalifah Bani Umayyah Umar bin Abdul-Aziz pada tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan hadiah dari Zanji (seorang budak kulit hitam), dan kemudian disebutkan dalam kronik Tiongkok. bahwa Shih-li-fo-shih sedang bersama raja. Shih-li-t-‘o-pa-mo (Sri Indravarman) mengirimkan hadiah ts’engchi (yang artinya sama dengan Zanji dalam bahasa Arab) kepada kaisar Tiongkok pada tahun 724.

Pada paruh pertama abad ke-10, antara jatuhnya Dinasti Tang dan bangkitnya Dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri sangat umum terjadi, terutama dengan Fujian, Kerajaan Mina, dan Kerajaan Nanhang dengan negara kaya. dari Guangdong. Tidak diragukan lagi Sriwijaya mendapat keuntungan dari perdagangan ini.

Diperkirakan pada masa inilah masyarakat Sriwijaya mulai mengenal buah semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. & Nakai) yang merupakan hasil perdagangan mereka.

Sebelumnya, Sriwijaya diyakini sebagai kekuatan maritim yang tidak dapat dipisahkan dari etnis dan budaya masyarakat Selat Malaka. Terbentuknya negara yang sukses dan hegemonik di selat diyakini berkaitan langsung dengan kemampuannya berpartisipasi dalam kegiatan maritim internasional, artinya negara tersebut mengembangkan dan mempertahankan lingkaran kekuasaannya dengan Angkatan Laut. Namun pemeriksaan terhadap informasi yang tersedia menunjukkan bahwa asumsi tersebut tidak benar. Data mengenai aktivitas maritim sangat langka dan armada kapal hanya disebutkan dalam sumber yang tidak lengkap. Bahkan aspek material angkatan laut Asia Tenggara belum diketahui hingga abad ke-15, dan perhatian ilmiah cenderung terfokus pada teknik pembuatan kapal.

Sejarah Kerajaan Singhasari: Asal Usul, Sistem Pemerintahan, Dan Peninggalan

Prasasti Kedukan Bukit (683 M) mencatat hanya 312 orang yang menggunakan perahu dari total kekuatan 20.000 orang, yang juga mencakup 1.312 pasukan darat. Banyaknya jumlah pasukan darat menunjukkan bahwa TNI Angkatan Laut Sriwijaya hanya mempunyai peran pendukung logistik yang kecil. Pada abad ke-8, kemampuan angkatan laut Sriwijaya tumbuh menyamai pangsa angkatan darat, meski hanya berperan sebagai pendukung logistik.

Selain itu, tidak adanya istilah yang menunjuk kapal untuk keperluan umum dan militer menunjukkan bahwa angkatan laut bukanlah aspek permanen negara di Selat Malaka. Bahkan ketika kekuatan angkatan laut tetangga Asia, khususnya Jawa pada abad 10-14 dan Chola India pada abad ke-11, mulai mengembangkan angkatan lautnya, kekuatan angkatan laut Sriwijaya relatif lemah. Misalnya, Songshi dan Wenxian Tongkao mencatat bahwa utusan Sriwijaya tidak dapat kembali dari Tiongkok selatan ke Palembang antara tahun 990 dan 991 karena konflik militer yang sedang berlangsung antara Jawa dan Sriwijaya. Namun, orang-orang Arab di Jawa, Timur Tengah, dan Asia Selatan mampu menjaga pertukaran diplomatik dan ekonomi dengan Tiongkok selama ini. Jelas bahwa armada Jawa cukup kuat untuk mengganggu komunikasi Sriwijaya dengan Tiongkok. Meskipun terjadi konfrontasi maritim antara Jawa dan Sriwijaya, komunikasi antara negara-negara pesisir Samudera Hindia dan Tiongkok terus berlanjut selama masa ini, yang menunjukkan bahwa konflik tidak selalu terjadi di laut lepas, namun kemungkinan besar terbatas pada muara dan sungai yang mengelilingi pulau tersebut. modal. dari Sriwijaya. Palembang, muara Sungai Musi dan Selat Bangka.

Baca Juga  Negara Singapura Menjadi Salah Satu Macan Asia Dikarenakan

Tanggapan Sriwijaya terhadap agresi Jawa tampaknya bersifat defensif. Dalam catatannya tentang Sanfochi, Zhao Rugua mencatat dalam jurnal Zhufanji (c. 1225):

“Dulu, [negara] menggunakan rantai besi sebagai penghalang untuk bersiap menghadapi pihak perampok lainnya (siapa yang datang dengan kapal?). Mereka dapat dilepas (yaitu ditarik) dengan tangan. Jika ada kapal dagang yang datang, rantainya harus dilepas.” [22] [23]

Sosial Budaya Kerajaan Sriwijaya

Ketidakmampuan negara-negara di Selat Malaka dalam menanggapi ancaman maritim menjadi sangat nyata pada awal abad ke-11. Antara tahun 1017 dan 1025, Chola menyerbu pelabuhan-pelabuhan utama Melayu di Selat dan Teluk Siam, termasuk Kedah, Melaju (Jambi), Lambri, Sriwijaya dan Langkasuka, menjarah perbendaharaan Kedah dan menangkap penguasa Sriwijaya, yang menunjukkan ketidakmampuan negara tersebut. di negara-negara sempit. Malaka untuk mempertahankan diri dari serangan angkatan laut.

Jadi pada abad ke-11, setidaknya dari sudut pandang militer, kerajaan tersebut dapat dikatakan sebagai kerajaan yang berbasis daratan. Hanya dengan adanya perubahan dalam konteks internasional sejak abad ke-11 dan seterusnya, yang awalnya ditandai dengan invasi suku Chola, namun kemudian dengan semakin banyaknya pedagang Tiongkok yang beroperasi langsung di perairan Asia Tenggara, serta bangkitnya kekuatan baru di wilayah tersebut. pinggiran maritim. peran dan karakter angkatan laut tersebut mulai berubah.

Menyebarkan ajaran Buddha dari India utara ke wilayah Asia lainnya, Sriwijaya pernah menjadi pusat pembelajaran dan penyebaran ajaran Buddha.

Sebagai pusat ilmu Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan cendekiawan dari negara-negara Asia. Antara lain pendeta Cina I Ching yang mengunjungi Sumatera pada tahun 671 dan 695 dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda India, I Ching melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi para sarjana Buddha dan dengan demikian menjadi pusat pengetahuan agama Buddha. Selain berita diatas, berita juga dibawakan oleh I Tsing,

Asal Usul Kerajaan Sriwijaya

Sistem pemerintahan kerajaan singasari, taman purbakala kerajaan sriwijaya, pemerintahan kerajaan sriwijaya, sistem pemerintahan sriwijaya, sistem pemerintahan kerajaan tarumanegara, koin kerajaan sriwijaya, perkembangan politik dan pemerintahan kerajaan sriwijaya, struktur pemerintahan kerajaan sriwijaya, sistem pemerintahan kerajaan kediri, sistem pemerintahan kerajaan melayu, masa pemerintahan kerajaan sriwijaya, sistem pemerintahan kerajaan kutai