Anu Kaasup Istilah Arsitektur Nyaeta – Kampung Adat Ciptagelar (Tulisan Sunda: ᮊ᮪᮪ṭᮥᮀ ᮊᮓ𝀀ᮎᮤẕ𝎻Ứᮜᮁ) merupakan kampung adat tempat tinggal masyarakat Ciptagelar yang merupakan komunitas subetnis suku Sunda. Kampung adat ini terletak di Desa Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Ciri khasnya adalah letak dan konstruksi rumah adat yang mengikuti tradisi masyarakat Sunda kuno.

Masyarakat yang tinggal di Desa Ciptagelar dikenal dengan sebutan Kasepuhan. Kata Kasepuhan berasal dari kata orang tua dengan menggunakan kata ka-an yang berarti rumah orang tua. Hal ini mengacu pada orang-orang yang mengikuti tradisi nenek moyang mereka.

Anu Kaasup Istilah Arsitektur Nyaeta

Perkampungan adat Ciptagelar didirikan oleh pasukan Kerajaan Sunda yang menuruti perintah Prabu Siliwangi dan dilepaskan karena Prabu Siliwangi ingin membunuhnya. Para prajurit kemudian terpecah menjadi tiga kelompok, membentuk desa-desa baru yang saling berhubungan. Salah satunya adalah Kampung Gede yang berfungsi sebagai pusat kasepuhan. Kampung Gede beberapa kali berpindah-pindah untuk menghindari pengaruh imperialisme Jepang dan konflik politik DI/TII.

Pdf) Nyawang Ringkang: Jurusan Basa Sunda (1957 Ptpg …file.upi.edu/direktori/fpbs/jur._pend._bahasa_daerah/… · Serta Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (ktsp)

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar merupakan masyarakat adat yang masih mempertahankan budaya leluhur yang menjadi landasan kehidupan. Menurutnya, nenek moyang lebih hebat atau melampaui kemampuan orang-orang yang dianggap keturunan Kerajaan Sunda Pajajaran. Ciptagelar adalah sistem keagamaan Islam di desa tersebut, namun memiliki unsur kuat dari kepercayaan asli Sunda awal. Sesuai dengan upacara yang selalu diadakan. Sejak tahun 2001, Desa Ciptarasa yang berasal dari Desa Sirnarasa dipindahkan wangsitnya ke Desa Sirnaresmi yang berjarak dua belas kilometer. Di Desa Sirnaresmi tepatnya di Desa Sukamulya, Kepala Desa Adat Abah Anom menetapkan Desa Ciptagelar sebagai pemukiman baru. Ciptagelar artinya terbuka atau pasrah. Pindahnya desa Ciptarasa ke desa Ciptagelar karena perintah leluhur yang disebut wahyu. Terungkap bahwa Abah Anom menerima atau menyebarkannya melalui proses ritual yang mau tidak mau harus dilakukan.

Pada umumnya masyarakat Ciptagelar bermatapencaharian sebagai petani. Masyarakat menghormati budaya dan lingkungan setempat, karena adat istiadat mempunyai pengaruh yang kuat. Oleh karena itu, masyarakat Ciptagelar tidak pernah menggunakan benih padi pemerintah karena mereka percaya bahwa pare adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa. Selain itu, ada beberapa pendapat lain yang sangat kuat mengenai pekerjaan pertanian seperti yang disebutkan di bawah ini.

Baca Juga  Pendaratan Kaki Yang Benar Saat Melakukan Gerakan Meroda Adalah

Daur hidup padi masyarakat Ciptagelar dari awal tanam hingga panen harus mengikuti berbagai aturan dan ritual adat, antara lain: Desa Mahmud merupakan salah satu desa adat yang ada di provinsi Bandung. RW 04 terletak di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kesultanan Bandung Selatan. Jaraknya kurang lebih 6 km menuju Soreang sebagai ibu kota kabupaten. Lokasinya strategis karena berada di tengah kota Bandung dan Soreang. Kondisi alamnya cukup asri, karena Citarum terletak di tepian sungai dan dikelilingi persawahan yang luas.

Jumlah penduduknya kurang lebih 1200 jiwa yang terbagi dalam 1 RW dan 4 RT. Umumnya masyarakat Desa Mahmud hidup sebagai petani, pedagang, supir dan pegawai pemerintah atau swasta. Kota tradisional ini dicirikan oleh cara hidup yang sangat berbeda yang dipandu oleh iman.

Ieu Kalimah Kalimah Di Handap Can Merenah Ngagunakeun Palang Geran éjahan. Pancén Hidep Ayeuna

Kata Mahmud berasal dari bahasa Arab Mahmuudah yang berarti pujian. Kata pujian tidak mempunyai arti yang sama dengan pujian, namun mempunyai arti reueus (bangga) atau deudeuh (penuh kasih sayang dengan penuh keikhlasan).

Kota Mahmud XV. Itu diciptakan sekitar abad ini. Pendirinya adalah Sembah Eyang Abdul Manaf yang masih memiliki garis keturunan Syarif Hayatullah. Rantai silsilah dari Syarif Hayatullah hingga pendiri Kampung Mahmud dapat digambarkan sebagai berikut.

Kakek Dalem H. Abdul Manaf dahulu kala meninggalkan kampung halamannya dan tinggal di tanah suci Mekkah. Suatu hari ketika hendak pulang ke tanah air, ia yakin bahwa negaranya akan dijajah oleh bangsa asing yaitu Belanda. Oleh karena itu, sebelum pulang, ia melakukan salat khusus di tempat bernama Gubah Mahmud. Masjid ini sangat dekat dengan Masjidil Haram. Dalam doanya terdapat permohonan petunjuk, untuk kembali ke tempat di mana penjajah tidak akan menyakitinya. Petunjuk yang dianggap inspirasi itu mengisyaratkan bahwa ia tinggal di tempat berawa. Setelah merasa yakin dengan inspirasi yang diterimanya, ia kembali ke negerinya dengan membawa segenggam tanah karom atau tanah dari Mekkah. Petunjuk yang Anda terima dari Gubah Mahmud adalah Anda harus segera menemukan rawa tersebut. Pencarian berakhir setelah ditemukannya rawa di tepian Sungai Citarum. Karena seharusnya digunakan sebagai lahan pertanian, rawa tersebut terkubur. Di tempat itulah ia menguburkan tanah karom atau tanah yang dibawa dari Mekah. Kemudian lahan yang semula berupa rawa menjadi lahan yang cocok untuk dijadikan desa. Sebuah rumah sepertinya membuat sebuah desa.

Baca Juga  500 Dolar Berapa Rupiah

Karena lahan basah yang masih labil, terdapat peraturan yang melarang pembangunan rumah berdinding dan jendela serta pembangunan sumur. Mereka memanfaatkan air sungai Citarum untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Desa tersebut diberi nama Mahmud, sama dengan tempat kakek Abdul Manaf biasa salat di Gubah Mahmud, Mekkah.

Laptop Pangsaéna Pikeun Desain Grafis Taun 2023

Pada masa penjajahan Belanda, kota Mahmud dulunya merupakan tempat persembunyian yang aman bagi para pejuang. Eyang Abdul Manaf sampai saat ini mempunyai 7 generasi berturut-turut yaitu (1) Eyang Sutrajaya, (2) Eyang Inu, (3) Eyang Mahmud Iyan, (4) Eyang Aslim, (5) Eyang Kiai H. Zaenal Abin, (6) Kiai H. Muhammad Madar, dan (7) H. Amin. Sepeninggalnya, kakek Abdul Manaf dimakamkan di desa yang didirikannya. Makamnya masih dijaga, bahkan oleh keturunan suci keturunan Mahmud. Akhirnya makam Eyang Dalem H. Abdul Manaf semakin populer dengan sebutan makam Mahmud, sesuai dengan tulisan di pintu gerbang menuju desa Mahmud. Setelah kematiannya, kepemimpinan kota Mamud diserahkan kepada anak-anaknya. Meski ada anak yang tidak menjadi pemimpin adat, namun biasanya mereka berperan sebagai orang yang religius.

Kehidupan keagamaan masyarakat desa Mahmud mempunyai keyakinan yang kuat terhadap akidah Islam dan keyakinan yang utuh akan keberadaan nenek moyang atau karuhun. Jika kita berbicara tentang nama Eyang Dalem Haji Abdul Manaf, beliau adalah seorang yang beriman dan sangat memahami ajaran agama Islam. Sebagai salah satu keturunan Sembilan Orang Suci, tingkat ketaatannya tidak perlu dipertanyakan lagi. Ia juga mengamalkan tasawuf dengan menghindari segala macam kemewahan duniawi dan lebih memilih kesederhanaan hidup untuk mencapai ruh Tuhan. Dengan teladan seperti itu, tidak ada salahnya anak cucunya mewarisi keyakinan akan kebenaran agama Islam. Ekspresi keislaman tampak dalam berbagai aspek kehidupan, baik dari segi desain dan kegiatan keagamaan, maupun dari segi fasilitas yang menunjang seluruh kehidupan masyarakat Kampung Mahmud.

Kepercayaan terhadap nenek moyang terlihat dengan mentaati aturan-aturannya. Beberapa aturan yang kemudian menjadi larangan atau tabu di kalangan masyarakat setempat adalah sebagai berikut.

Beberapa tabu mempunyai asal usul yang diketahui, sementara yang lain tidak diketahui asal usulnya. Misalnya, larangan bermain gong dan memiliki angsa erat kaitannya dengan masa penjajahan Belanda. Kota Mahmud konon pernah menjadi tempat persembunyian para pejuang melawan penganiayaan kolonial. Bunyi gong dan bunyi angsa melambangkan keributan. Itu sebabnya nenek moyang mereka memberlakukan larangan ini untuk menjaga tempat tersebut bebas dari kendali penjajah.

Baca Juga  Apa Fungsi Duri Pada Bunga Mawar Dan Putri Malu

Pdf) 11 Bab Ii Struktur Carita Rayat Dina Kumpulan Carita

Aturan yang harus dipatuhi oleh para pengunjung yang akan memasuki makam Karamah adalah harus bersih dan suci, berwudhu, pakaian harus menutup aurat dan harus sopan, setelah shalat dipimpin oleh penjaga, mereka adalah pengunjung. berserah diri atas doa mereka. Dahulu makam karomah sangat dihormati oleh para peziarah. Bahkan untuk memasuki kawasan makam, terutama di dekat masjid, sandal dan sepatu harus dilepas. Kini sandal dan sepatu hanya boleh dilepas saat memasuki bangunan makam Karamah. Penduduk Mahmud terbiasa berziarah ke makam leluhurnya hanya pada hari Jumat yang dianggap sebagai hari ibadah, namun mereka tidak melakukannya. Setiap bangunan di Makam Karomah dijaga oleh penjaga yang berbeda-beda. Setiap bangunan terdapat tempat untuk sholat atau meditasi dan wudhu. Dari ketiga bangunan tersebut, bangunan makam Kakek Abdul Manaf tampak paling besar. Di dalamnya terdapat ruang mirip polsek yang mengelilingi makam dan diisi dengan ruang salat atau wiran.

Masyarakat yang tinggal di kota Mahmud mempunyai kebiasaan membangun rumah yang berbeda dengan daerah lain di daerah tersebut. Struktur tanah Desa Mahmud berbentuk seperti sedimen rawa di sekitar sungai Citarum. Oleh karena itu dilarang keras membangun rumah secara permanen, karena akan menimbulkan bencana dengan kondisi tanah yang tidak memungkinkan jika dipaksakan. Permukiman masyarakat merupakan kumpulan rumah panggung yang berkumpul dalam suatu kawasan, dan ruangan-ruangannya terbuat dari kayu dan bambu sebagai bahan bangunan. Kayu dipilih sebagai bahan bangunan karena dikaitkan dengan kekuatan dan kepercayaan bahwa kayu akan memberikan kekuatan magis atau magis. Namun bagi kebanyakan orang hal ini tidak menjadi kendala, mereka bisa membangun rumah dengan menggunakan bahan alabasi (tanpa kayu ajaib). Alasan-alasan tersebut dapat diatasi dengan tavasul atau berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Umumnya rumah-rumah di kawasan Kampung Mahmud mempunyai atap berbentuk lonjong atau panjang dan sering juga disebut rumah persegi panjang. Hal ini dimaksudkan untuk menampung anggota keluarga dalam jumlah besar. Dilihat dari luas bangunannya, rumah-rumah di kawasan Kampung Mahmud rata-rata berukuran sangat besar, rata-rata berkisar antara 4×8 meter hingga 10×20 meter, dengan halaman yang relatif luas.

Dahulu kawasan kota Mahmud merupakan sebuah delta di kelokan sungai Citarum. Delta tersebut merupakan rawa yang tidak stabil, dengan dataran yang lebih rendah dibandingkan daerah sekitarnya. Kemudian sungai Citarum diluruskan dengan membuat saluran menuju sungai Citarum baru dan penimbunan sungai Citarum lama di depan kawasan kota Mahmud. Rumah warga dibangun berkelompok dan terletak di sebelah selatan Sungai Citarum Baru. Kecuali rumah

Istilah arsitektur dalam bahasa inggris, istilah arsitektur, istilah istilah dalam arsitektur, kamus istilah arsitektur